Saya adalah pemerhati dan penghobi flora, fauna. Mungkin ini disebabkan karna saya memiliki kebun yang dirawat dengan baik oleh bapak saya sejak saya masih kecil. Atau mungkin juga karena saya memiliki elemen tanah pada horoskop cina.
Bapak saya sewaktu kecil adalah anak seorang petani yang sangat miskin. Sering sekali beliau seusai pulang mengajar muridnya, menceritakan kepada saya pengalaman masa kecilnya menanam kopi untuk membantu kakek saya. Meskipun berasal dari keluarga yang amat miskin, memiliki orang tua yang seperti hitler, bapak saya dan ke 6 saudaranya dengan kerja keras berhasil menjadi orang yang sukses.
Mungkin karna latar belakang sebagai mantan petani, bapak pintar sekali menanami kebun. Kebun di tumah ditanami berbagai tanaman mangga, belimbing, rambutan, mengkudu, jambu, durian yang berbuah setiap tahunnya. Selain itu juga dengan berbagai tanaman hias yang indah bentuk daun dan bunganya. Diantaranya yang menurut saya paling menarik adalah bunga teratai.
Teratai di kebunku ditanam di kolam yang hanya berisi lumpur yang kotor, dimana dedaunan dari pohon beringin diatasnya selalu berjatuhan dan mengotori kolam teratai tersebut. Selain itu kolam itu juga diisi berisikan ikan sepat dan ikan cupang yang aku beli ketika aku masih kecil yang beranak pinak di kolam tersebut. Hampir setiap siang dan sore aku berdiam di tepi kolam tersebut, asyik melihat bagaimana ikan-ikan, ada yang sedang berkejar-kejaran, ada yang sedang sibuk sendiri mencari makan, ada yang bertengkar, dan ada juga yang sedang kawin. Sampai suatu pagi perhatianku yang biasanya kepada ikan teralih, aku melihat teratai di kolam berbunga, sungguh indah melihat bunga teratai yang berlapis-lapis, mekar selama kurang lebih satu minggu dimana setiap harinya semakin indah karena semakin banyak lapisan kelopak bunganya yang terbuka.
Betapa indah bunga yang dihasilkan di kolam kotor yang tidak pernah aku rawat dan perhatikan ini. Bahkan aku selalu mengguntingi daunnya karena menghalangi aku untuk mengamati ikan-ikan ku. Untuk pertama kalinya pada pagi itu ikan sepat dan ikan cupangku tidak mendapat perhatianku
.
Terkadang sebagai manusia, kita selalu menyalahkan keadaan. Seperti "kenapa aku dilahirkan dengan fisik yang tidak menarik?", "mengapa aku dilahirkan di keluarga seperti ini?", "mengapa aku selalu menjadi kaum minoritas?", dan berbagai keluhan-keluhan lain. Terlalu banyak mengeluh dan kadang menjadi mengalah pada keadaan. Tetapi lihat teratai itu, tumbuh di kolam yang berlumpur, kotor karena dedunan dan ikan-ikan sepat, bahkan selalu diguntingi daunnya oleh anak sd yang kurang kerjaan (read : saya). Meskipun demikian dia tetap tumbuh dan pada akhirnya menghasilkan bunga yang sangat indah yang bahkan semakin indah tiap harinya karna kelopak bunganya yang membuka secara bertahap. Keindahan yang memaksa saya untuk merawatnya dan bersikap lebih baik terhadapnya. Seperti teratai, demikian pula bapakku, lahir di keluarga miskin tidak membuat dia menyerah, bertani, menarik becak, bersekolah, merantau ia jalani hingga akhirnya menjadi penulis buku yang sukses. Ia tidak menyerah pada keadaan eksternal, tetap berusaha keras dan memaksa hidup untuk berubah menjadi berada di pihaknya. Semoga saya dapat hidup sesuai teladan teratai dan teladan bapak. Untuk tetap berusaha dalam keadaan apapun, demi menghasilkan bunga yang indah dimasa depan.
The water hyacinth growth is an interesting phenomena as it follows the slight edge principle. Consider its growth in a full calendar month in a pond. On the first week of seeding, this plant is barely visible on the surface of the pond. On the second week, only single leaves are visible. On the third week, it grows to the size of a mat. On the fourth week, it grows to the size of a mattress. However, on day 29, this plant covers half of the surface of the pond, and on day 30, all of the pond surface is covered by the water hyacinth.
BalasHapusWww.slightedge.org